315

Sungguh, ini bukan kali pertama Juna memandang Aska dengan selekat ini. Namun, sore ini laki-laki kelahiran Agustus itu memang tampak jauh lebih manis dari biasanya, sampai-sampai fokus Juna tampak nggak pernah hilang dari semenjak Aska keluar lift untuk berjalan menghampirinya.

Atau... memang Junanya saja yang sudah dimabuk cinta. Dan Aska akan selalu tampak seperti manusia paling indah yang pernah Tuhan ciptakan untuk diturunkan ke dunia.

Padahal, siang tadi keduanya sudah sempat bertemu di depan resepsionis, sama-sama ingin melakukan check in untuk menginap di hotel yang sama. Aska bahkan sempat berbincang dengan Anjani dan Wylsa untuk beberapa saat, pun sama halnya dengan Juna dan Saka. Nggak disangka-sangka, ternyata keduanya memiliki destinasi berlibur yang sama untuk merayakan libur tahun baru.

Menghabiskan sorenya di Bali bersama Juna, Aska memilih untuk mengenakan pakaian yang sederhana saja. Kaos putih polos yang dipadukan dengan luaran kemeja biru langit beserta sandal berwarna cokelat muda yang menyelimuti punggung kakinya.

“Yuk.”

Juna tersenyum, menyodorkan lengan kanannya untuk digaet Aska. Dan seolah ia memang terbiasa untuk melakukannya, lengan Aska otomatis terlingkar pada lengan kanan Juna.

Butuh waktu sekitar 20 menit untuk keduanya dapat sampai di area Pantai Kuta. Namun, karena ini Juna dan Aska, yang mana dua-duanya memang sedang dimabuk asmara, maka sepanjang apa pun jalan yang harus mereka tempuh untuk dapat sampai, nggak ada dari Juna dan Aska yang akan merasa keberatan.

Butir demi butir pasir bergerak menyelinap di antara jemari kaki. Deburan ombak yang berbuih dengan sopannya menabrak telapak. Terpaan angin pantai pun turut menyapa permukaan kulit, namun dinginnya nggak sampai menusuk tulang sebab panas matahari juga masih dapat mereka rasakan di pukul lima ini.

Lengan Aska yang semula melingkar kini terjatuh agar jemarinya dapat bertaut dengan jemari milik Juna. Nggak ada obrolan yang tercipta di antara keduanya sementara mereka berjalan menyusuri tepian pantai.

Pulau Dewata memang akan selalu tampak cantik. Pun sama halnya dengan lelaki yang kini sedang berjalan beriringan dengan Juna.

Everytime we meet, I wanna say that you get prettier each day, but now I know that you don’t actually get prettier.

Aska mengernyit, menatap pemuda yang sudah memandangnya bahkan sejak pertama keduanya bertemu di sore hari ini. “Jadi... gue nggak tambah cantik setiap harinya gitu?”

“Lu udah cantik dan bakal selalu cantik setiap harinya,” lanjut Juna, menyelipkan surai Aska yang tertiup angin ke belakang daun telinga. “But there’s this aura of yours, that reflects your beauty everytime you feel like you’re the happiest person on earth.

Kini, senyum yang Juna coba pancarkan terlihat begitu tulus. “So be happy. Even if one night you feel like your day doesn’t go like how you’ve wanted it to go, I hope you’ll wake up feeling better than before. Chin up, smile on, be happy, and be in love, so that your aura will reflect it again.

Bohong kalau Juna bilang ia nggak pintar bermain kata-kata sebab kini nyatanya Aska sangat amat terenyuh hanya dengan mendengar pernyataan Juna yang barusan itu.

“Makanya, jangan ke mana-mana,” balas Aska dengan jemari yang senantiasa bertaut dengan milik Juna.

“Kenapa emang kalo gue ke mana-mana?”

“Nanti gue nggak jadi the happiest person on earth lagi.”

“Hahahah.” Juna terkekeh. “Makasih, ya, udah secara nggak langsung bilang kalo gue bikin lu jadi the happiest person on earth. Tapi, ya... jangan ngegantungin kebahagiaan lu di gue, Aska. Lu harus bahagia, dengan dan tanpa siapa-siapa di hidup lu.”

Perkataan Juna ada benarnya dan Aska memilih untuk nggak menanggapinya. Ia justru tertunduk, memperhatikan bagaimana langkahnya dan langkah Juna yang tampak senantiasa melangkah beriringan.

Hingga keduanya sampai di suatu titik, tempat terbaik untuk melihat sang surya yang perlahan-lahan mencumbu perbatasan laut dan langit. Sinar matahari senja menabrak hidung Juna yang bangir, membuat lelaki tersebut tampak seperti Tuhan menghabiskan waktu yang cukup lama hanya untuk menciptakannya.

“Tapi, Jun.”

“Iya, Aska?” Juna menghentikan lamgkahnya, membelakangi permukaan laut yang deburannya mulai tenang, menghadap pujaan hatinya yang kini turut memandang maniknya lekat-lekat.

You also have to know, that one day you’ll find someone who will accept you for who you are. Even if you messed up lots of things in the past, even if you were the ‘bad’ one in your last relationship, as long as you’re willing to change into a better you, someone will accept all of your fragments, your flaws, your lack of things. In the end, they’ll always love you for who you are.

Juna sepenuhnya paham kalau Aska tengah mencoba membuatnya untuk siap melangkah lebih jauh bersamanya, untuk Juna nggak mengulangi kesalahan yang sama.

Dan pemuda tersebut nggak tahu harus seberapa banyak ia bersyukur sebab telah dipertemukan dengan manusia setulus laki-laki di hadapannya.

Sebelah lengan Juna terangkat, ibu jarinya ia letakkan pada permukaan pipi Aska yang kemudian dia usap lembut.

Manik Aska akan selalu tampak teduh untuk Juna. Pun senyumnya yang akan selalu terlukis sempurna untuk hadirnya.

“Makasih, ya, udah mau nyoba jalanin semuanya sama gue.”

Dan Aska pun merasakan hal yang sama. “And thank you for willing to find me walaupun gue di awal kayak susah banget buat di-reach.”

Let’s work things out together, shall we?

Aska mengulas senyumannya, menautkan jemarinya dengan jemari milik Juna dan melanjutkan perjalanannya di tepi pantai.

People said that you have to be in love with someone that doesn’t make you think love is hard, and they agreed.