142
“Dor!”
Bukannya tersentak kaget, Lazuardi hanya mengernyitkan dahi ketika Bintang menepuk salah satu pundaknya. Reaksi Lazuardi yang tidak mememuhi ekspektasi Bintang membuat laki-laki yang tengah menjinjing tas bekal itu berdecak sebal.
“Ah, reaksi lo nggak asik.”
“Kenapa manggil?” tanya Lazuardi langsung pada intinya.
Dengan senyum miring yang terpatri pada wajahnya, Bintang menarik lengan Lazuardi untuk membawanya menjauh dari kerumunan mahasiswa yang hendak beranjak keluar dari dalam gedung perkuliahan.
“Nih, janji gue kemaren.” Bintang menyodorkan tas bekalnya.
“Apa?”
“Astaga....” Bintang memijit keningnya yang terasa pening. “Masa gitu doang lupa, sih? Kemaren ‘kan gue bilang gue mau masakin lo makanan.”
Lazuardi terkekeh seadanya. “Emang udah memenuhi syarat?”
Sebelum menjawab pertanyaan Lazuardi, Bintang terlebih dahulu mengeluarkan ponselnya dari dalam kantung celana. Kemudian lelaki itu menunjukan layar ponselnya yang menunjukan ruang obrolan bersama beberapa senior kepada Lazuardi.
“Liat, gue udah punya janji ngobrol-ngobrol sama tiga senior.” Bintang memakerkan pencapaiannya yang melebihi permintaan Lazuardi.
Merasa gemas dengan tingkah pemuda di hadapannya, Lazuardi lagi-lagi terkekeh sambil mengusap puncak kepala Bintang sampai ke tengkuknya.
“Good job. Nanti, jangan malu buat tanya hal-hal yang harus lo ketahuin ke mereka. Mereka pasti mau ngasih lo ilmu buat nyusun grand design.”
Kelopak mata Bintang berkedip berkali-kali. Tubuhnya terbujur kaku menerima perlakuan Lazuardi yang tadi itu.
Tolong jangan katakan bahwa Lazuardi baru saja mengusap kepalanya dengan penuh perhatian dan tak lupa memujinya dengan kata-kata yang membuat lututnya terasa lemas.
“Eh-“ Lazuardi menarik telapak tangannya. “Sorry, sorry. Nggak sengaja.”
Menelan ludahnya gugup, Lazuardi akhirnya memilih untuk berpamitan. “Yaudah, gue... cabut duluan, ya? Makasih bekelnya, nanti gue makan di Kantek.”
Lazuardi sempat menepuk ujung bahu Bintang sebelum ia benar-benar rain dari jangkauan pandang Bintang. Dan tepat setelah itu, Bintang baru bisa mengembuskan napasnya yang tertahan.
“He did not just....”
Sementara itu, ada beberapa pasang mata yang menyaksikan kejadian di antara Lazuardi dan Bintang. Satu yang terlonjak kaget sampai harus bertingkah seolah ia tidak baru saja menyaksikan hal paling fenomenal seantero teknik, sedang satu yang lain harus menahan rasa sakit yang tiba-tiba saja menyergap isi hatinya.