114
Orang-orang di tepian jalan mungkin akan memandang Aska dengan sedikit kebingungan. Berpikir mengapa pemuda tersebut tampak terburu-buru berjalan ke arah gerbang kampus. Ia bahkan sampai harus berkata 'permisi' kepada beberapa orang yang ingin ia salip.
Kemudian, orang-orang tersebut mungkin bergumam di dalam hatinya, Ah, mungkin kelasnya sebentar lagi dimulai dan ia pergi terlambat, maka dari itu ia terlihat sangat terburu-buru.
Tapi nggak. Aska nggak sedang terburu-buru karena kelasnya sebentar lagi dimulai. Waktu pada layar ponselnya masih menunjukkan pukul 15.40. Ia jelas masih punya waktu luang sebelum harus mendaratkan bokongnya di atas bangku kelas.
Yang membuatnya kini tampak terburu-buru dan harus menyelinap di antara orang lain yang juga sedang berlalu lalang ialah Juna, teman sekelompok Masa Bimbingannya yang beberapa menit lalu ia titipkan segelas kopi dingin pada sebuah kedai kopi di fakultas sebelah.
Aska sudah mencoba untuk membujuk Juna agar mengiriminya nomor ponsel yang terdaftar pada akun Gopay milik temannya itu agar dapat ia kirimi sejumlah uang guna membayar kopi dingin titipannya. Namun, hasilnya nihil. Juna nggak kunjung memberi nomor ponselnya, membuat Aska kini harus bergegas ke kedai kopi di FEB akibat rasa nggak enak yang tiba-tiba muncul pada dirinya.
Kedai kopi yang terletak nggak begitu jauh dari gedung fakultasnya terlihat ramai akan pengunjung sore-sore begini. Tapi, Aska nggak juga dapat menemukan sosok yang ia cari-cari. Lantas, kepalanya berkata bahwa Juna kemungkinan besar sudah menunggunya di lobi Gedung K. Otaknya kemudian memberi sinyal pada kedua tungkainya untuk melangkah ke luar kedai menuju gedung pembelajaran tersebut.
Benar saja, begitu Aska sampai di lobi Gedung K, tampak seorang Juna sedang berdiri menunggunya dengan segelas kopi dingin beserta roti manis di tangan kirinya dan juga ponsel di tangan yang lain. Kedua telapak tangan besarnya tampak penuh, namun ibu jarinya tetap setia bergulir pada layar ponsel. Mungkin lelaki itu sedang berusaha membunuh waktu sembari menyelami dunia maya.
“Juna, aduh sorry banget.”
Tanpa aba-aba, Aska berhenti tepat di hadapan Juna dan langsung berujar demikian. Membuat Juna refleks mengalihkan pandangan dari layar ponsel.
“Eh, Aska. Udah sampe aja.”
“Kok lu nggak mau ngasih nomor HP lu, sih, Jun? 'Kan gue jadi nggak enak, main nitip-nitip aja nggak pake ngetransfer lu dulu.”
Juna terkekeh pelan, menampilkan matanya yang ikut tersenyum manis. Selalu seperti itu. Yang namanya Juna itu selalu menganggap remeh keadaan apa pun walaupun Aska sebenarnya sudah merasa nggak enak.
“Santai aja lagi,” ujarnya enteng. “Nih, kopi lu. Sama roti juga.”
“Thanks banget.” Aska menerima pemberian Juna sembari tangan kirinya merogoh kantong celana guna mengeluarkan ponselnya dari dalam sana.
“Sini gue trans-”
“Lu emang suka minum kop-”
“Eh.”
“Eh.”
Ada jeda yang mengisi ruang di antara Juna dan Aska sebelum keduanya kemudian tertawa akibat ingin saling bicara. Juna yang mencoba berbasa-basi, sementara Aska yang langsung to the point.
“Lu dulu, deh.” Juna mengalah.
“Oke. Sini gue transferin dulu. Sebutin nomor HP lu.”
“Nggak usah asli. Ini tadi gue juga sekalian ngopi 'kan?”
“Lho? Nggak bisa gitu dong, Jun, 'kan yang minum gue? Ayo sini mana nomornya.”
“Ya udah, sekalian gantiin Marie Regal sama susu almond lu yang tempo hari.”
“Ya ampun.” Aska mendengus pelan, merasa sebal dengan Juna yang sedikit keras kepala. Ia jelas bukan tipe orang yang dapat menggampangkan sesuatu yang berhubungan dengan uang. “Gue punya banyak stok Marie Regal sama susu di kosan, nggak usah diganti juga gapapa kali.”
“Kalo gitu kopi lu nggak usah diganti juga gapapa kali.”
“Juna.”
Juna tersenyum, menjeda argumen yang kembali ingin Aska sampaikan. “Kelas lu sebentar lagi mulai nggak, sih?”
“Kok....” Aska mengernyit. “Lu tau?”
“Iya, kelas sore 'kan biasanya mulai jam empat.”
“Ya, tapi-”
“Alright, berarti lu harus cepet-cepet ke kelas. Bentar lagi jam empat lho.”
“Nggak mau, gue belom ganti-”
“'Cause I really gotta go, too.“
Ujung bahu Aska diusap pelan oleh Juna. Pemuda itu kembali tersenyum, berusaha meyakinkan kalau Aska sungguh nggak perlu mengganti uang yang ia keluarkan untuk membeli kopi titipan teman sekelompoknya yang berasal dari teknik industri itu.
“Hurry. Lu kayaknya tipe mahasiswa yang takut telat nggak, sih? Keliatan, tuh, tempo hari waktu gue bantuin, lu keliatan buru-buru sampe gue ngeliatnya takut sendiri. Takut bawaan lu malah jatoh ke lantai.”
“Tapi-”
Aska masih berusaha, namun Juna langsung memotongnya dan bersiap-siap untuk pergi dengan mengantongi ponselnya. “Duluan, Aska.”
Benar saja, Juna langsung beranjak ke luar lobi Gedung k, meninggalkan Aska yang masih terdiam membeku di tempatnya. Perkataan Juna tadi memang benar adanya. Ia ingin menggantikan pemberian Aska tempo waktu yang lalu. Untungnya hari ini Aska memintanya untuk membelikan segelas kopi dingin, jadi ia nggak perlu repot-repot berpikir hal apa yang bisa ia beli untuk menggantikan biskuit serta jus kotakan itu.
Namun, saat Juna sudah berada cukup jauh dari tempat tadi, tiba-tiba terlintas pada pikirannya bahwa mungkin dengan memberi Aska nomor ponselnya, maka ia bisa melanjutkan percakapan via telpon. Yang tentunya dapat melancarkan aksinya, aksi untuk merebut hati pemuda manis tersebut.
Lantas, tubuhnya berbalik 180 derajat. Kedua kaki Juna berlari kecil kembali pada lobi Gedung K. Hatinya terus-terusan merapalkan frasa, Semoga Aska belom cabut. Semoga Aska belom cabut.
Dewi Fortuna sepertinya berpihak pada dirinya sore ini sebab Juna masih dapat menangkap keberadaan Aska yang sedang menaiki anak tangga. Tubuhnya langsung begitu saja melesat menghampiri laki-laki itu.
“Hey, but anyway.“
Aska terlonjak kaget ketika bahunya dihinggapi sebuah telapak tangan yang besar. Kepalanya menoleh dengan cepat ke arah belakang, berusaha mencari tahu siapa gerangan yang tiba-tiba mengajaknya untuk bicara.
“Juna, lu....”
Juna masih berusaha mengatur napasnya yang sedikit tersengal akibat berlarian kecil kembali pada tempat ini.
“Lu ngapain ke sini lagi?”
“I changed my mind.” Jawaban Juna membuat Aska mengernyitkan dahinya. “But instead of my phone number, can I just get yours?“